Wednesday, October 19, 2011

MAKA, DI MANA ALLAH?

Saya sempat mengira, setelah apa yang terjadi di semester satu dan dua, sudah cukup untuk membuat rekan-rekan sekelas lebih dewasa bersikap saat ujian.

Pada semester yang lalu, sempat timbul kehebohan karena ada salah seorang di kelas kami yang malapor ke pihak dosen bahwa di kelas kami, ada beberapa orang yang mencontek. Yang melapor entah siapa, salah seorang dosen memanggil saya dan menunjukkan sms laporan tersebut.

"Ini nomor Ibu?" tanya ustadz.
"Bukan. Nomor saya hanya satu, tidak ganti-ganti."

Ketika itu, ustadz yang bertanggung jawab dengan program studi mahasiswa, mengirim sms nasehat ke seluruh mahasiswi. Juga meminta masing-masing untuk saling menasehati agar tidak mencontek.

Saya termasuk yang cukup keras bereaksi soal ini. Di catatan-catatan yang saya buat, saya beri footnote di bawahnya: "Dilarang menggunakan catatan ini untuk mencontek. Tidak diikhlaskan dan akan dituntut di akhirat."

Sebagian teman ada yang komplain di belakang --tapi sampai ke saya-- soal footnote itu. Kurang lebih, mereka menganggap tulisan seperti itu tidak perlu karena mereka sudah bukan anak kecil lagi.

Tapi, kenyataannya, pada hari ini, mereka kembali mencontek. Ustadz berhenti mengawasi, karena azan shalat dhuhur sudah berkumandang. Ustadz sepertinya sudah cukup percaya bahwa kami tidak akan berlaku curang. Apa cuma ustadz? Saya juga, terus terang.

Saya mengumpulkan jawaban saya menyusul satu-dua orang teman yang lebih dahulu mengumpulkannya. Bukan karena saya yakin sudah tahu jabawannya semua. Tapi, yang saya yakini adalah, itu sudah jawaban optimal yang bisa saya berikan. Yakin, ada yang salah, tapi otak sudah tidak memberi petunjuk lagi ke jalan yang lebih benar.

Saya lalu pergi salat di masjid, di mana ustadz yang mata kuliahnya sedang diujikan di kelas, juga sedang shalat. Usai salat, saya masuk kelas, dan ya Allah, mereka menyalin jawaban dari lembar kertas yang sudah disetor.

Miris rasanya. Untuk apa sebenarnya mereka belajar di sini?

Di mana Allah? Adakah mereka lupa bahwa mencontek itu adalah perbuatan curang dan kecurangan itu tidak halal? Apa mereka tak merasa, mereka merendahkan diri mereka sendiri dengan mencontek? Mereka mengeluh bahasa Arab susah; ya bagaimana tidak susah jika sering telat datang, tidak serius mengerjakan tugas, tidak proaktif mencari jawaban atas apa yang mereka tidak pahami.

Lalu di saat ujian, solusinya adalah mencontek.

Ingatan saya melayang ke generasi sahabat. Mereka tidak menerima Al-Qur'an banyak-banyak, tapi yang sedikit --bahkan kadang hanya potongan ayat--, cukup untuk 'menyulap' mereka menjadi sosok yang betul-betul punya integritas. Adapun kelas saya, hafalan Qur'an sudah masuk juz 29. Di bagian awal Surat Al-Mulk, jelas-jelas ada ayat yang semestinya cukup untuk membuat orang takut mencontek: "Dan rahasiakanlah perkataanmu atau nyatakanlah. Sungguh, Dia Maha Mengetahui segala isi hati. Apakah (pantas) Allah yang Menciptakan itu tidak mengetahui? Dan Dia Maha Halus, Maha Mengetahui." (67:13-14)

Wajar saja kalau ummat Islam ketinggalan jauh dari ummat-ummat lainnya. Untuk soal begini saja, mereka belum punya kesadaran/rasa malu dari dalam. Di negara-negara maju sana, banyak orang yang bahkan tidak percaya adanya Tuhan. Tapi mereka malu untuk mencontek. Mereka itu tidak kenal Allah, tidak kenal Al-Qur'an. Kalaupun mereka berbuat curang, mungkin masih bisa dipahami.

Tapi mereka yang sudah berkelut dengan ayat-ayat Allah setiap hari?

---

Gang Haji Arnin, 18 Oktober 2011.

Saturday, October 15, 2011

AYAT DAN HADITS TERKAIT CANDA

Berikut ini beberapa ayat dan hadis yang mungkin punya benang merah dengan hal canda:

1. Perintah bertutur kata dengan baik:

Dan (ingatlah) ketika Kami Mengambil janji dari Bani Israil, “Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan bertutur katalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” Tetapi kemudian kamu berpaling (mengingkari), kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu (masih menjadi) pembangkang. (Q.S. Al-Baqarah:83)

2. Kecil, besar, semua dicatat:


Dan diletakkanlah kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang yang berdosa merasa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, “Betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya,” dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka kerjakan (tertulis). Dan Tuhan-mu tidak menzalimi seorang jua pun.(Q.S. Al-Kahfi: 49)

3. Dilarang bercanda mengambil barang orang


Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya dari Ibnu Abu Dzi`b. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin 'Abdurrahman Ad Dimasyqi berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'aib bin Ishaq dari Ibnu Abu Dzi`b dari Abdullah bin As Saib bin Yazid dari Bapaknya dari Kakeknya Bahwasanya ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: \"Jangan sekali-kali salah seorang dari kalian mengambil barang milik saudaranya, baik untuk bercanda atau sungguhan.\" Sulaiman berkata, \"untuk bercanda atau sungguhan. Maka barangsiapa mengambil tongkat milik saudaranya hendaklah ia kembalikan.\" Ibnu Basysyar tidak mengatakan 'Ibnu Yazid', dan ia berkata dalam riwayatnya (dengan kalimat); Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda.\" (Sunan Abu Daud, No. 4350, Kitab 35. Adab)

4. Tiga jenis canda yang disunnahkan:


Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Manshur, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Al Mubarak, telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Yazid bin Jabir, telah menceritakan kepadaku Abu Sallam, dari Khalid bin Zaid dari 'Uqbah, ia berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: \"Sesungguhnya Allah memasukkan tiga orang ke dalam surga karena satu anak panah, yaitu: Pembuatnya yang menginginkan kebaikan dalam membuatnya, orang yang memanah dengannya, serta orang yang mengambilkan anak panah untuknya. Panah dan naiklah kuda, kalian memanah adalah lebih aku sukai daripada kalian menaiki kuda. Bukan termasuk hiburan (yang disunahkan) kecuali tiga perkara: seseorang melatih kudanya, bercanda dengan isterinya, dan memanah menggunakan busurnya serta anak panahnya. Dan barangsiapa yang meninggalkan memanah setelah ia mengetahuinya karena tidak senang kepadanya maka sesungguhnya hal tersebut adalah kenikmatan yang ia tinggalkan atau ia berkata: yang ia ingkari.\"
(Sunan Abu Daud, No. 2152, Kitab Jihad).

5. Bercanda, tapi yang dikatakan tetap kebenaran:


Telah menceritakan kepada kami Abbas bin Muhammad Ad Duri Al Baghdadi, telah menceritakan kepada kami Ali bin Al Hasan, telah mengabarkan kepada kami Abdullah bin Mubarak dari Usamah bin Zaid dari Sa'id Al Maqburi dari Abu Hurairah ia berkata; Mereka (para sahabat) berkata, \"Sesungguhnya Anda ….\" Beliau bersabda: \"Sesungguhnya aku tidaklah mengatakan sesuatu kecuali yang benar.\" Abu Isa berkata; Ini adalah hadits hasan shahih.

(Sunan Tirmidzi No. 1913, dimuat pula di Musnad Ahmad No. 8366).

6. Yang Membuat Nabi Tertawa


a. Telah menceritakan kepada kami Isma'il telah menceritakan kepada kami Ibrahim dari Shalih bin Kaisan dari Ibnu Syihab dari Abdul Hamid bin Abdurrahman bin Zaid bin Al Khatthab dari Muhammad bin Sa'd dari Ayahnya dia berkata; \"Umar bin Khatthab radliallahu 'anhu pernah meminta izin kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, (saat itu) di dekat beliau ada beberapa wanita Quraisy yang sedang berbicara panjang lebar dan bertanya kepada beliau dengan suara yang lantang. Ketika Umar meminta izin kepada beliau, mereka segera berhijab (bersembunyi di balik tabir), lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mempersilahkan Umar untuk masuk. Ketika Umar masuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tertawa sehingga Umar berkata; \"Demi ayah dan ibuku, apa yang membuat anda tertawa wahai Rasulullah?\" Beliau bersabda; \"Aku heran dengan mereka yang ada di sisiku, ketika mendengar suaramu mereka segera berhijab.\" Umar berkata; \"Anda adalah orang yang lebih patut untuk disegani wahai Rasulullah!. Kemudian Umar menghadapkan ke arah wanita tersebut dan berkata; \"Wahai para wanita yang menjadi musuh bagi hawa nafsunya sendiri, apakah kalian segan denganku sementara kalian tidak segan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?\" Kami pun menjawab; \"Karena kamu adalah orang yang lebih keras dan lebih kaku dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.\" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: \"Biarlah wahai Ibnul Khatthab, demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, selamanya syetan tidak akan bertemu denganmu di satu jalan yang kamu lewati melainkan syetan akan melewati jalan selain jalanmu.\"

(Shahih Bukhari No. 5621, Kitab Adab)

b. Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami 'Affan bin Muslim telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah telah menceritakan kepada kami Tsabit dari Anas dari Ibnu Mas'ud bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: \"Orang yang terakhir kali masuk surga adalah seorang laki-laki, dia terkadang berjalan, terkadang menyungkur, dan terkadang api neraka mejilatnya. Ketika dia telah melewatinya, maka dia menoleh kepada ke api tersebut seraya berkata, 'Mahasuci Allah yang telah menyelamatkanku darimu. Allah telah memberikan sesuatu kepadaku yang mana Dia tidak pernah memberikannya kepada orang yang awal dan akhir.' Lalu sebuah pohon diangkatkan kepadanya, lalu dia berkata, 'Wahai Rabbku, dekatkanlah kepadaku pohon ini agar aku dapat bernaung dengan naungannya dan minum airnya.' Lalu Allah berfirman: \"Wahai anak Adam, boleh jadi jika Aku memberikannya kepadamu, niscaya kamu akan meminta yang lain kepadaKu.' Maka dia menjawab, 'Tidak wahai Rabbku.' Lalu dia berjanji kepada Allah untuk tidak minta selain itu. Sedangkan Rabbnya memberikan udzur kepadanya karena Dia melihat sesuatu yang dia pasti tidak dapat menahannya. Lalu pohon tersebut didekatkan kepadanya, lalu dia berlindung pada naungannya dan minum dari airnya. Kemudian diangkatlah sebuah pohon lain yang lebih bagus daripada yang pertama. Maka dia berkata, 'Wahai Rabbku, dekatkanlah pohon ini kepadaku agar aku dapat minum dari airnya dan berlindung dengan naungannya, aku tidak akan meminta kepadaMu selainnya.' Maka Allah berkata, 'Wahai anak Adam, bukankah kamu telah berjanji kepada-Ku untuk tidak meminta selainnya.' Lalu Allah berkata lagi, 'Boleh jadi jika Aku mendekatkannya kepadamu niscaya kamu meminta hal lainnya'. Lalu dia berjanji untuk tidak meminta kepada Allah selain itu. Sedangkan Rabbnya memberikan udzur kepadanya karena Dia melihat sesuatu yang mana dia tidak akan mampu menahan diri atasnya. Lalu Allah mendekatkan pohon tersebut untuknya, sehingga dia dapat berlindung dengan naungannya, dan minum dari airnya. Kemudian pohon lainnya diangkat untuknya di sisi pintu surga. Pohon itu lebih indah daripada keduanya. Lalu dia berkata, 'Wahai Rabbku, dekatkanlah kepadaku pohon ini agar aku dapat berlindung dengan naungannya dan minum dari airnya, aku tidak akan meminta kepadamu hal lainnya. Maka Allah berkata, 'Wahai anak Adam, bukankah kamu berjanji kepada-Ku untuk tidak memintaku selainnya.' Dia menjawab, 'Ya, memang benar wahai Rabbku. Kali ini aku tidak akan memintanya kepadamu selainnya'. Sedangkan Rabbmu memberikan udzur kepadanya karena dia melihat pada dirinya sesuatu yang mana dia tidak bisa menahan diri darinya. Lalu Allah mendekatkannya darinya. Ketika Allah mendekatkannya darinya, maka dia mendengar suara penduduk surga. Lalu dia berkata, 'Wahai Rabbku, masukkanlah aku kepadanya'. Maka Allah berkata, 'Wahai anak Adam, apa yang bisa membuatmu tidak meminta lagi kepadaKu. Apakah kamu rela bila Aku memberikanmu dunia dan semisalnya bersamanya.' Dia menjawab, 'Wahai Rabbku, apakah kamu memperolok-olokku, padahal Engkau adalah Rabb alam semesta'.\" Lalu Ibnu Mas'ud tertawa, seraya berkata, 'Tidakkah kalian bertanya kepadaku tentang sesuatu yang membuatku tertawa? ' Mereka bertanya, 'Apa yang membuatmu tertawa? ' Ibnu Mas'ud berkata, 'Demikianlah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tertawa.' Para sahabat, 'Apa yang membuatmu tertawa wahai Rasulullah? ' Beliau menjawab: '(Aku tertawa) karena sesuatu yang membuat tertawa Rabb alam semesta ketika hamba tersebut berkata, 'Apakah Engkau memperolok-olokku, padahal Engkau adalah Rabb semesta alam.' Allah menjawab, 'Sesungguhnya Aku tidak memperolok-olokmu, akan tetapi Aku mampu untuk melakukan segala sesuatu yang Aku kehendaki'.\"

(Shahih Muslim, No. 274, Kitab Iman)

c. Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Sufyan dari 'Amru dari Abu 'Abbas dari Ibnu Umar dia berkata; \"Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berada di Tha`if (mengepung penduduk Tha`if), beliau bersabda: \"Insya Allah besok kita akan kembali pulang.\" Para sahabat bertanya; \"Kami tidak akan berhenti (mengepung) atau kita akan menaklukkannya?\" Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: \"Kalau begitu, pergilah kalian besok pagi untuk memerangi mereka.\" Keesokan harinya mereka berangkat dan berperang dengan peperangan yang dahsyat sehingga mereka banyak yang terluka. Lantas Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: \"Besok kita akan kembali pulang.\" Abdullah bin 'Amru berkata; \"Merekapun diam dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tertawa.\" Al Humaidi berkata; telah menceritakan kepada kami Sufyan dengan semua cerita hadits tersebut.\"

(Shahih Bukhari, No. 5622, Kitab Adab).

d. Telah menceritakan kepada kami Khalaf bin Hisyam telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Yahya bin Sa'id dari Muhammad bin Yahya bin Habban dari Anas bin Malik dari Ummu Haram -dia adalah bibinya Anas- dia berkata, \"Suatu hari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menemui kami, ketika beliau bersada disamping kami tiba-tiba beliau terbangun sambil tertawa, maka saya bertanya, \"Demi ayah dan Ibuku, sebenarnya apa yang membuat anda tertawa wahai Rasulullah?\" beliau menjawab: \"Diperlihatkan kepadaku, sekelompok dari ummatku yang berperang mengarungi lautan sebagaimana para raja di atas singgasana.\" Lantas saya berkata, \"Do'akanlah semoga saya termasuk di antara kelompok tersebut!\" Beliau bersabda: \"Kamu termasuk di antara mereka.\" Ummu Haram melanjutkan, \"Kemudian beliau tidur lagi, tidak lama setelah itu tiba-tiba beliau terbangun sambil tertawa, maka saya bertanya, dan beliau pun menjawab sebagaimana jawaban beliau yang pertama. Maka saya berkata, \"Do'akanlah semoga saya termasuk di antara kelompok tersebut!\" Beliau bersabda: \"Kamu termasuk dari kelompok yang pertama.\" Anas berkata, \"Setelah itu dia menikah dengan Ubadah bin Shamit, lalu dia bersama suaminya ikut serta dalam peperangan di lautan, ketika hampir mendarat dia menaiki kendaraannya dan terpelanting hingga lehernya terbentur hingga mengakibatkan kematiannya.\" Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rumh Ibnu Muhajir dan Yahya bin Yahya keduanya berkata; telah mengabarkan kepada kami Laits dari Yahya bin Sa'id dari Ibnu Habban dari Anas bin Malik dari bibinya, Ummu Haram binti Milhan, bahwa dia berkata, \"Pada suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tertidur di dekatku, tiba-tiba beliau terbangun sambil tertawa.\" Ummu Haram melanjutkan, \"Lantas saya berkata, \"Apa yang membuatmu tertawa wahai Rasulullah?\" beliau menjawab: \"Diperlihatkan kepadaku sekelompok dari ummatku yang berperang di laut hijau ini…lalu dia menyebutkan seperti hadits riwayat Hammad bin Zaid dan telah menceritakan kepadaku Yahya bin Ayyub dan Qutaibah dan Ibnu Hujr mereka berkata; telah menceritakan kepada kami Isma'il -yaitu Ibnu Ja'far- dari Abdullah bin Abdurrahman bahwa dia pernah mendengar Anas bin Malik dia berkata, \"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah menemui puterinya Milhan -yaitu bibinya Anas- kemudian beliau menaruh kepalanya di sisi binti Milhan …lalu dia melanjutkan hadits tersebut semakna dengan hadits Ishaq bin Abu Thalhah dan Muhammad bin Yahya bin Habban.\"

(Shahih Muslim, No. 5363, Kitab Kepemimpinan).

7. Tidak keluar kontrol


Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sulaiman dia berkata; telah menceritakan kepadaku Ibnu Wahb telah mengabarkan kepada kami 'Amru bahwa Abu Nadlr telah menceritakan kepadanya, dari Sulaiman bin Yasar dari Aisyah radliallahu 'anha dia berkata; \"Saya tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tertawa terbahak-bahak hingga terlihat langit-langit dalam mulutnya, beliau hanya biasa tersenyum.\"

(HR. Bukhari No. 5627, Kitab Adab).

8. Rasulullah menghibur dengan senyuman dan tawa, pada sahabat yang berduka kala beliau sakit (di hari itu pula, beliau wafat)


Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman berkata, telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri berkata, telah mengabarkan kepadaku Anas bin Malik Al Anshari salah seorang dari sahabat yang pernah mengikuti, melayani dan mendampingi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Bahwa Abu Bakar pernah mengimami mereka shalat di saat sakitnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang membawanya pada kewafatannya. Hingga pada suatu hari, pada hari Senin, saat orang-orang sudah berada pada barisan (shaf) shalat, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyingkap tabir kamar dan memandang ke arah kami sambil berdiri, sementara wajah beliau pucat seperti kertas. Beliau tersenyum dan tertawa. Hampir saja kami terkena fitnah (keluar dari barisan) karena sangat gembiranya melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Abu Bakar lalu berkeinginan untuk berbalik masuk ke dalam barisan shaf karena menduga Nabi shallallahu 'alaihi wasallam akan keluar untuk shalat. Namun Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memberi isyarat kepada kami agar: \"Teruskanlah shalat kalian.\" Setelah itu beliau menutup tabir dan wafat pada hari itu juga.\"

(Shahih Bukhari, No. 639, Kitab Adzan).

9. Nabi tertawa atas sesuatu yang benar adanya, bukan cerita dusta.

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sinan telah menceritakan kepada kami Fulaih telah menceritakan kepada kami Hilal dari 'Atha' bin Yasar dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam suatu hari menyampaikan hadis sedang di sisinya ada seorang arab badui: \"Ada seorang penduduk surga meminta ijin Tuhannya untuk menanam. Allah berujar, 'Bukankah engkau diperkenankan sekehendakmu! ' Orang tersebut menjawab, 'Memang, namun aku ingin menanam! ' Orang itu kemudian bergegas menabur benih, dan ujung-ujung tanamannya sedemikian cepat tumbuh, juga perkembangbiakannya, sehingga ia juga cepat memanen, yang himpunan panenannya sebesar gunung. Kemudian Allah berfirman, 'Silahkan kau ambil hai Anak adam, sungguh tak ada sesuatu yang menjadikanmu puas! ' Maka si arab badui berkata, 'Wahai Rasulullah, (jika demikian) tidak akan engkau temukan seperti orang ini selain dari Quraisy atau orang anshar, sebab mereka hobi bercocok tanam, adapun kami, tidak suka bercocok tanam! Rasulullah pun menjadi tertawa.\"

(Shahih Bukhari, No. 6965, Kitab Tauhid).

Sumber pengambilan hadis: Lidwa Pusaka, Ensiklopedi Hadis Kitab 9 Imam

### Bambu Apus, 16 Oktober 2011

Friday, October 14, 2011

PAKAIAN

Pagi itu, saya memutuskan menggunakan pakaian yang sama dengan hari sebelumnya.Yakin masih memenuhi syarat tak hanya suci, tapi juga bersih. (Garis bawahi: Suci dulu baru bersih).

Bahwa baju saya biasanya 'itu-itu saja', memang sudah sering jadi bahan komentar teman-teman sekelas. Saya tidak tahu sebenarnya apa sebabnya. Apa memang karena baju saya hampir semuanya sudah sangat dikenal --jarang ada yang baru--, sehingga justru itu yang menarik perhatian? Atau, karena tidak bermotif dan tidak terlalu menyolok 'hanya' warna-warna alam semua: cokelat tua, krem, biru tua, abu-abu muda, abu-abu tua, hijau tua? Entahlah. Yang jelas, keputusan untuk menggunakan baju yang betul-betul sama dengan hari sebelumnya, baru pertama kali hari itu. Biasanya, masih saya selang-selingi dengan baju lain.

Baru masuk kelas, seorang ibu menghampiri saya.

"Bu, Ibu tahu gak serial Pak Raden?"
"Ya."
"Itu loh Bu, Unyil, Ucrit..."
"Yah, tahu," kata saya dengan semangat, karena itu drama boneka favorit saya --dan saya kira hampir semua anak Indonesia generasi saya waktu itu--. Senang sekali ada yang mau ungkit-ungkit kenangan menyenangkan masa kecil. "Ada apa dengan Pak Raden?" lanjut saya bertanya antusias.

"Pak Raden itu Ibu banget, deh."
"Maksudnya? Ibu banget?"
"Yaaa, persis banget dengan Ibu."
"Apanya?" saya bingung, tak ada bayangan. Pak Raden laki-laki, boneka pula. Saya perempuan, manusia.
"Itu loh Bu..., kalau Pak Raden buka lemari pakaiannya, isinya samaaaa semua. Bajunya samaaa semua..."

Saya cuma mengiyakan gurauan ibu tersebut. Sekali lagi, urusan pakaian yang 'itu-itu lagi, itu-itu lagi,' memang sudah biasa jadi bahan komentar beberapa teman sekelas. Tapi sampai dihubungkan dengan Pak Raden, ini baru pertama kali. Lucu sebenarnya, tapi menggelitik dan membuat saya berpikir lebih jauh.

Sebenarnya ada apa di balik 'minat' teman-teman akan 'baju yang itu-itu lagi, itu-itu lagi'? Adakah kawan yang setiap hari pakai baju baru (ini betul, saya tak pernah bisa ingat yang bersangkutan pakai baju yang sebelumnya sudah pernah dia pakai), turut menimbulkan 'kegelisahan'/'minat' menjadikan bahan gurauan, di kalangan mereka? Atau, justru, baju yang saban hari ganti justru sesuatu yang lebih bagus, bahkan dianggap sudah sepatutnya, kalau bisa, diri sendiri juga pengen seperti itu?

Saya sendiri, malah lebih 'risau' pada sosok teman yang selalu pakai baju baru itu. Bukan sekedar bajunya. Pernak-pernik lain mengikuti warna bajunya. Dari jilbab, kaos kaki, tas, sampai bros! Meskipun pakai baju yang 'itu lagi-itu lagi', saya tahu tas yang digunakan kawan ini bukan tas murahan. Kelas yang punya 'brand'-lah. Entah berapa buah tas mahal koleksi pribadinya yang sudah pernah mendapat kehormatan ikut hadir di kelas kami. Lebih dari itu, teman ini juga kadang-kadang ke kampus pakai kosmetik. Memang sih, tidak ada larangan baku soal kosmetik ini, tapi setidaknya, seyogyanya, datang ke kampus "Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin" yang isinya ustadz-ustadzah, ada rasa sungkanlah untuk memoleskan warna-warna di wajah yang menyebabkan penampilan jadi semakin mengundang perhatian.

Subhanallah. Semoga kita tidak disibukkan urusan pakaian dan segala yang berhubungan dengannya, melebihi kesibukan kita membersihkan hati dan bermuraqobah (mendekatkan diri) kepada Allah.


إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada penampilan-penampilan dan harta benda kalian. Akan tetapi melihat kepada kalbu dan amal kalian.” (Shahih, HR. Muslim dan Ibnu Majah dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

###

Bambu Apus, 15 Oktober 2011

Wednesday, October 12, 2011

[Catatan Kuliah] TAFSIR MAUDHU'I : HIJRAH

Dosen: Al-Ust. Ahzami Sami'un Jazuli

※Hijrah: bukan komparasi dengan ibadah lain, tapi hijrah itu disandingkan dengan ibadah lain (ini kesalahan penerjemah atas buku Ustadz).

Bagaimana cara memperluas maudhu’I (tema pembahasan) dalam Qur’an?
-->Temanya Hijrah, tapi bisa beririsan dengan tema-tema lain.

Kenapa bisa tema hijrah diluaskan ke tema-tema lain?
-->Karena pada dasarnya, seluruh isi Qur’an itu adalah kesatuan tema (semua petunjuk Allah), dan itu menunjukkan ke-syumuliah-an Qur’an.

Contoh perluasan tema lain, dengan pertanyaan: kenapa Islam memperbolehkan laki-laki untuk poligami?
-->Itu sebenarnya tidak berdiri sendiri, tapi berkaitan dengan ajaran lainnya, misalnya jihad fiisabilillah. Karena yang berkewajiban untuk berjihad adalah laki-laki. Meski faktanya mati dan hidup itu juga Allah yang tentukan, tetapi ketika perang, maka normalnya adalah lebih banyak orang yang meninggal. Sehingga, logikanya, akan banyak perempuan yang menjadi janda. Sehingga, agar kita tidak suuzhon terhadap kebolehan ta’addud, adalah agar memahami hakikat tersebut. Kalau satu laki-laki hanya boleh menikah dengan satu perempuan, maka tidak sebanding.

Selain itu, fitrah laki-laki dan perempuan juga berbeda-beda. Perempuan bila tidak kawin, maka kemungkinannya ada 3: satu; ia akan “menabrakkan kepalanya kepada tembok, dan ia menjadi menderita”. Dua; dia akan salurkan kebutuhan biologisnya melalui jalan yang haram. Yang ketiga, jalan yang bersih, yang aman, yaitu menikah dengan laki-laki yang adil, yang mampu, yang sudah menikah dengan perempuan lain. Logika yang sehat, pilih yang mana? Siapa sih yang tidak mau menikah seumur hidup? Siapa sih yang merasa nyaman dengan kehidupan berzina, tanpa ikatan komitmen satu sama lain?

Solusi lain masalah yang ditimbulkan poligami: sebagai laki-laki juga, jangan cuma semangat kawin tapi tidak semangat mencari rezki (berjihad).

---

Dari tema Hijrah ini, ada beberapa pemahaman yang perlu diluruskan.

1. Pemahaman yang berkaitan dengan realitas umat. Misalnya, bagaimana ada kelompok yang menyatakan bahwa sekarang harus hijrah, yang dimaknai berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan jamaah khusus, dan yang tidak ikut jamaahnya menjadi kafir?

Tanggapan:

Ini bahaya.

Kalau di zaman Nabi, memang begitu (4:67).

إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلآئِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُواْ فِيمَ كُنتُمْ قَالُواْ كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الأَرْضِ قَالْوَاْ أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُواْ فِيهَا فَأُوْلَـئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءتْ مَصِيراً -٩٧-
“Sesungguhnya orang-orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat dalam keadaan menzalimi sendiri,**mereka (para malaikat) bertanya, “Bagaimana kamu ini?” Mereka menjawab, “Kami orang-orang yang tertindas di bumi (Mekah).” Mereka (para malaikat) bertanya, “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah (berpindah-pindah) di bumi itu?” Maka orang-orang itu tempatnya di neraka Jahannam, dan (Jahannam) itu seburuk-buruk tempat kembali,”

Asbabun Nuzul: orang-orang yang tidak mau hijrah, lalu tertindas di tempatnya, dan tidak bisa beribadah. Alasan ini tidak diterima.

Ibrahim 21:

وَبَرَزُواْ لِلّهِ جَمِيعاً فَقَالَ الضُّعَفَاء لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُواْ إِنَّا كُنَّا لَكُمْ تَبَعاً فَهَلْ أَنتُم مُّغْنُونَ عَنَّا مِنْ عَذَابِ اللّهِ مِن شَيْءٍ قَالُواْ لَوْ هَدَانَا اللّهُ لَهَدَيْنَاكُمْ سَوَاء عَلَيْنَا أَجَزِعْنَا أَمْ صَبَرْنَا مَا لَنَا مِن مَّحِيصٍ -٢١-

Dan mereka semua (di Padang Mahsyar) berkumpul untuk menghadap ke hadirat Allah, lalu orang yang lemah berkata kepada orang yang sombong, “Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan kami dari azab Allah (walaupun) sedikit saja?” Mereka menjawab “Sekiranya Allah Memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh atau bersabar. Kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri.”

Sekarang ini ada golongan yang menganggap bahwa orang yang tidak hijrah bersama golongan mereka, maka golongan lain itu halal harta dan jiwanya. Ini adalah pemahaman hijrah yang salah.

Kalau zaman dulu, jamaah itu hanya dua, yaitu jamaah Nabi dan jamaah Abu Jahal. Maka wajarlah bila konsep hijrah = pindah dari tempat yang tertindas ke tempat yang lebih memerdekakan bersama jamaah sendiri, bisa diterapkan. Adapun sekarang, manusia tidak terbagi dalam dua kelompok besar seperti Jamaah Nabi dan Jamaah Abu Jahal tersebut. Berhijrah dalam pengertian ini pun harus dengan fatwa jamaah, bukan fatwa pribadi. (Misalnya: muslim di Amerika mesti hijrah ke Saudi, karena di sana mereka terancam/terintimidasi, atau intelektual muslim di negara non-muslim, mesti hijrah ke negeri mayoritas muslim, atau kasus sebaliknya: muslim yang punya potensi hijrah dari negeri mayoritas muslim ke negeri mayoritas non-muslim -->hal-hal seperti ini perlu kajian yang mendalam).

Tidak boleh hijrah dengan pendapat sendiri. Ingat bahwa seorang Nabi seperti Rasulullah, hijrah setelah 13 tahun. Jadi, pada asalnya, pada dasarnya, hijrah itu dihindari, sampai ada yang sangat mengancam. Dan, hijrah itu tidak sendiri-sendiri.

Hijrah yang ada sekarang adalah HIJRAH MA’NAWIYAH: hijrah non fisik.

Pengertian yang lebih luas tentang HIJRAH : setiap saat menghindari apa yang Allah haramkan. Yaitu apa saja yang dilarang Allah. Termasuk kebiasaan merokok, ganja, korupsi, dsb. Yang ini tidak perlu izin pada jamaahnya.


BEBERAPA PELAJARAN TENTANG HIJRAH

A. Kenapa ketika sahabat Nabi saw hijrah ke Habasyah, disuruh pulang. Tapi ketika hijrah ke Madinah, tetap di sana, tinggal seterusnya?

Jawab:

1. Tujuannya berbeda. Ke Habasyah: bagaimana kaum muslimin terselamatkan nyawanya. “Pergilah ke sana kalian. Karena sesungguhnya di sana ada Raja yang tidak ada seorang pun terzalimi di sisinya.”

Ke Madinah: untuk membangun daulah Islamiyyah. Ada yang menantang: membangun daulah Islamiyyah itu tidak diperintahkan. Jawab: lalu bagaimana dengan korupsi, mendirikan universitas, dsb? --> Qur’an bukan kitab disiplin ilmu.

2. Lalu kenapa bukan di Habasyah mendirikan daulah?

Jawab: Bahasa Habasyah bukan bahasa Qur’an.

※Di zaman moderen ini, jangan lebih banyak ambil referensi di luar Quran dan Sunnah.

※Kadang-kadang terjadi, orang-orang merasa sudah banyak belajar tentang Agama, tapi justru jadi jemu dan malas mengamalkannya karena merasa sudah banyak tahu.

3. Kenapa ketika hijrah ke Madinah, pertamanya ramai-ramai. Tapi Umar hijrah sendirian? Dan kenapa ketika Umar hijrah sendirian, Nabi mendiamkan? Bahkan sebelum itu, Umar menantang kaum Quraisy?

Jawab: karena Nabi tahu kualitas Umar.

4. Apa hikmah besar dari hijrah Rasulullah?

Jawab: Tidak akan ada Madinah tanpa hijrah. Logikanya: yang mengusir yang menang, tapi kenyataannya, pada peristiwa hijrah, yang menang kemudian adalah orang yang terusir (9:40). --> Sukses tidaknya dakwah tidak selalu sinergis dengan logika manusia (dalam menganalisa SWOT = strengths, weaknesses, opportunities, threats)

إِلاَّ تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُواْ ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللّهَ مَعَنَا فَأَنزَلَ اللّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُواْ السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ -٤٠-

Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), sesungguhnya Allah telah Menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Mekah); sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada shahabatnya, “Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Maka Allah Menurunkan ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantu dengan bala tentara (malaikat-malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia Menjadikan seruan orang-orang kafir itu rendah. Dan firman Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.



---o0o---

JELANG UTS

Pekan depan (17-20 Oktober 2011; Selasa, Rabu, Kamis), ujian tengah semester (UTS) dimulai. Hari pertama UTS-nya Qur'an III dan Ushul Fiqih. Alhamdulillah, saya sudah lebih dulu menyelesaikan UTS untuk mata kuliah Qur'an-III. Ujiannya adalah hafalan Qur'an dari Al-Mulk-Al-Haaqqah:8. Sudah tahu pekan depan uts mata kuliah lainnya akan numpuk, saya sengaja mohon pada Ustadzah agar mengizinkan saya menyetor materi uts pekan ini. Beliau mengizinkan, selain karena memang syarat untuk itu sudah terpenuhi (setoran hafalan yang setiap pekannya satu halaman qur'an sudah sampai pada batas materi UTS).

Persiapan Ushul Fiqih 1 sebaiknya selesai sebelum Sabtu, agar Senin dan Selasa bisa konsentrasi mempersiapkan uts Madzaahib Mu'ashiroh I (kelompok-kelompok pemikiran dalam tubuh umat Islam) dan Ushul Hadis 2 (oh, ini benar-benar serius; banyak sekali hafalannya). Untuk madzaahib mu'ashiroh, sebenarnya tidak banyak hafalan, tapi mesti mengendapkan pemahaman di kepala. Ujiannya lisan. Harus bisa menganalisa peristiwa sejarah. Baca buku bahkan hafal isinya pun, belum tentu bisa jawab. (Wong waktu teman ditanya-tanya tugas presentasinya, baca teks, ustadz tetap saja tidak puas :D).

Saat ini, suami sedang di luar negeri. Dari tiga anak, hanya si bungsu yang ada di rumah. Dua kakaknya sedang di boarding. Jumat sore pulang. Hanya ada sisa waktu Kamis dan Jumat sebenarnya, untuk saya bisa leluasa optimal menyiapkan UTS. Akhir pekan untuk urusan keluarga. Bismillah. Semoga Allah memberi saya kekuatan jasmani, fikriyyah dan ruhaniyyah, untuk mempersiapkan segala sesuatunya menyambut UTS.

Ah ya, janji membuat tulisan tentang budaya Orang Jepang menghadapi kematian dan pernikahan, belum juga saya selesaikan. Tapi M-san sudah mengerti saya akan UTS. Dia sudah bilang, nanti usai ujian saja baru membicarakan lagi penulisan buku tersebut, sekaligus mengajarinya Bahasa Indonesia.

Rencana memulai pengajian ibu-ibu di kompleks Ahad ini, ditunda dulu. Hape saya rusak, dan ini cukup menyulitkan untuk mematangkan rencana. Daripada terlaksana tapi kacau, lebih baik ditunda.

Bismillah.
###

KECELE SPIDOL

Seperti biasa, hari ini ada tiga mata kuliah. Sama seperti dosen kuliah pertama dan kedua, dosen ketiga juga bolak-balik ganti spidol. Pasalnya, dari 4-5 batang spidol, hanya satu di antaranya yang tintanya masih memadai.

Saya memilih duduk di barisan paling belakang sejak awal semester tiga ini. Pasalnya, ingin jadi 'pengamat' setelah di dua semester sebelumnya, saya merasa, terlalu 'monopoli' suasana kelas. Pembawaan saya yang merasa berhak menjawab dan bertanya sepanjang pertanyaan dan hak tanya itu diberikan ke seisi kelas, berpadu dengan ketidakbisaan saya menunggu, menjadikan saya cukup sering mengambil kesempatan pertama untuk unjuk suara. Diperburuk pula dengan pilihan duduk di barisan terdepan: saya tidak melihat situasi di belakang saya, yang boleh jadi ada juga yang mau bertanya/menjawab selain saya. Dengan duduk di belakang, jarak dengan dosen lumayan terbentang membuat saya tak lagi merasa bagai 'murid privat' sebagaimana saat di barisan terdepan.

Kembali ke soal spidol. Dulu, di semester satu dan dua, saya senang memeriksa spidol-spidol di pagi hari, sebelum jam pertama dimulai. Saya pikir, itu salah satu hal kecil yang bisa jadi kontribusi saya di kelas. Spidol-spidol yang kurang nyata lagi saya bawa ke petugas kampus untuk diisi ulang. Atau paling tidak, saya singkirkan dari meja dosen, agar dosen tidak 'terjebak' mengambil spidol yang tidak nyata itu. Tapi, rupanya, ini juga jadi salah satu yang sepertinya menyebabkan saya 'monopoli' suasana di kelas. Urusan monopoli yang tak sekedar permainan kanak-kanak pakai uang-uangan itu, ditunda dulu semester ini. Duduk manis di belakang, no show-off, baca saja aneka peristiwa di sekitar.

Siang tadi, di jam pelajaran ketiga, dengan agak frustrasi karena bolak-balik kecele mengambil spidol yang sudah kabur, sang dosen mengatakan, "Jangan tipu saya dengan meletakkan banyak spidol di meja tapi tidak ada tintanya."

Tiba-tiba saya menyadari, di antara puluhan orang mahasiswi, hanya dua orang yang peduli masalah atas spidol tersebut. Satu orang memang dosen di universitas lain (di sini, dia jadi mahasiswi), yang sudah wajar bila dia membawa spidol whiteboard ke mana-mana. Itupun, dia mengeluarkan spidolnya setelah insiden 'dosen kecele spidol' terjadi berulang kali. Satunya lagi, bendahara kelas, yang memang sejak semester satu, duduk di tempat terdekat dengan meja dosen. Kawan yang satu ini memang agak lain dari yang lain. Inisiatifnya melihat kebutuhan kelas, patut diacungi jempol.

Adapun mahasiswi lainnya, hanya melontarkan kata-kata, "Tulisannya tidak kelihatan, Ustadz!" Tapi tidak berinisiatif lebih jauh mencari solusi atas masalah 'kecele spidol' ini.

Saya teringat hari-hari menuntut ilmu di negeri mayoritas non-muslim, tanah kelahiran Doraemon, Konan, Shin-chan, you name it-lah; you like it or not tapi kenyataannya merebut mayoritas pasar penggemar komik. Seingat saya, spidol yang mau dipakai guru di kelas semuanya sudah dalam keadaan siap pakai. Petugas sekolah yang menyiapkannya. Tampak jelas spidol-spidol itu bukan baru, tapi sudah diisi ulang berkali-kali. Tidak hanya satu warna, tapi tiga warna: hitam, biru, merah. Saat guru menerangkan pelajaran di papan tulis, guru yang non-muslim itu juga memikirkan bagaimana menggunakan warna berbeda-beda agar murid bisa lebih mudah menangkap apa yang ia tulis.

Memastikan spidol siap pakai sebenarnya bisa singgah di kepala siapa saja, kalau saja kepala itu isinya hidup. Ada kesenjangan yang memprihatinkan antara proses belajar Dienullah --sebaik-baik jalan hidup--, dengan hasil nyatanya di keseharian, bila dibandingkan dengan mereka yang sama sekali jauh dari Dienullah, bahkan tidak percaya Tuhan itu ada.

Selain kendala ada pada pihak murid, pihak penyelenggara sekolah juga patut dipertanyakan. Apakah urusan spidol adalah kewajiban murid? Saya kira tidak. Seharusnya, sarana dan fasilitas, apalagi hal yang sepele soal spidol itu, sudah dijamin tak lagi jadi masalah oleh pihak sekolah. Jika memang itu kewajiban murid, seharusnya diutarakan dengan jelas. Agar tidak terjadi saling mengharap tanpa sama-sama berangkat dari titik pandang yang sama. Hal kecil sebenarnya, tapi membuat kita bisa memprediksi penanganan hal-hal besar. (Apakah kita masih heran kenapa kita perlu tenaga asing untuk urusan-urusan besar di negeri ini?).

###

Bambu Apus, 12 Oktober 2011

Sunday, September 25, 2011

Al-Qur'an: Dzikrullah dan Integritas

فَأَنسَاهُمْ أَنفُسَهُمْ أُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ -١٩-

Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah Menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik. (Al-Hasyr: 19)

Orang-orang yang banyak melupakan Allah, sedikit mengingat-Nya, niscaya sulit mencapai integritas diri. Ayat ini seperti sudah menjadi 'ayat kutukan' bagi mereka yang melupakan Allah. Kita mungkin kerap takjub dengan kejujuran dan ke-amanah-an orang-orang kafir terkait profesi mereka, tapi percayalah, mereka tetap termasuk --bahkan mereka adalah panglimanya-- golongan orang-orang yang melupakan Allah. Karenanya, meski dalam hal profesi mereka tampak punya integritas yang tinggi, niscaya, bahkan dapat dipastikan, di sisi lain kehidupan mereka, terjadi hal-hal yang bertolak-belakang. Misalnya dalam hal kesetiaan mereka terhadap pasangan, tugas sebagai ibu/ayah, tugas sebagai anak terhadap orangtua...

Saya sendiri merasakan, begitu jauh dari Allah, begitu lalai menjaga ingatan akan ayat-ayat-Nya, mudah sekali diri ini lupa akan hakikat diri sendiri. Mudah lupa janji, mudah lupa bahwa sebenarnya saya ini begini dan begitu...

Integritas sejati telah dan hanya ditampakkan oleh generasi Nabi dan para sahabatnya, dan orang-orang salih setelahnya. Mereka yang banyak mengingat Allah, benar-benar punya integritas yang total dalam semua sisi kehidupan mereka.

Mereka bisa tampil gagah berani dan tak takut membunuh atau terbunuh lawannya dalam perang, tapi di saat lain mereka juga bisa mempermasalahkan anak burung yang diambil dari induknya. Mereka bisa sangat haus ilmu, tapi di sisi lain mereka juga sangat tahu apa yang sebenarnya tidak perlu dipikirkan atau dibahas --buang angin misalnya; kata Nabi صل الله عليه و سلم: mengapa kalian tertawa tentang sesuatu yang kalian juga alami/lakukan? *1) Mereka bisa sangat menyayangi anak/keturunannya tapi tak ragu menghukum anak/keturunannya bila bersalah.

Sekarang ini, banyak sekali tokoh-tokoh nasional bahkan internasional, yang jadi pemimpin tapi juga tak punya integritas di sisi kehidupannya yang lain, selain yang berkaitan dengan ketokohan mereka. Saya tak ingin menyebut mereka satu-persatu, karena pembaca yang budiman tentu tak asing dengan kisah-kisah mereka yang jadi santapan lezat media-infoteinment. Semoga mereka --dan juga saya dan Anda-- ditujuki Dzat Yang Maha Pemberi Hidayah. Menjadi sosok yang punya integritas. Di keramaian, di saat sendiri, di rumah, di kantor, sebagai anak, sebagai orang tua, sebagai istri, suami, guru, murid...

Dan hanya dengan banyak mengingat Allah, itu semua bisa tercapai. Dan, mengingat Allah dengan cara yang benar --pikir juga rasa-- hanya bisa dengan banyak berinteraksi dengan Al-Qur'an. Karena Al-Qur'an-lah yang menjadi perantara bagaimana Allah bercakap-cakap, memperkenalkan Diri-Nya, kepada makhluk ciptaan-Nya.

---
*1)

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَمْعَةَ
أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ وَذَكَرَ النَّاقَةَ وَالَّذِي عَقَرَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
{ إِذْ انْبَعَثَ أَشْقَاهَا }
انْبَعَثَ لَهَا رَجُلٌ عَزِيزٌ عَارِمٌ مَنِيعٌ فِي رَهْطِهِ مِثْلُ أَبِي زَمْعَةَ وَذَكَرَ النِّسَاءَ فَقَالَ يَعْمِدُ أَحَدُكُمْ فَيَجْلِدُ امْرَأَتَهُ جَلْدَ الْعَبْدِ فَلَعَلَّهُ يُضَاجِعُهَا مِنْ آخِرِ يَوْمِهِ ثُمَّ وَعَظَهُمْ فِي ضَحِكِهِمْ مِنْ الضَّرْطَةِ وَقَالَ لِمَ يَضْحَكُ أَحَدُكُمْ مِمَّا يَفْعَلُ
وَقَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَمْعَةَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلُ أَبِي زَمْعَةَ عَمِّ الزُّبَيْرِ بْنِ الْعَوَّامِ

Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il Telah menceritakan kepada kami Wuhaib Telah menceritakan kepada kami Hisyam dari bapaknya bahwa Abdullah bin Zam'ah telah mengabarkan kepadanya bahwa ia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyampaikan khuthbah lalu menyebutkan Unta yang dan orang yang melukainya (maksudnya dari kaum Tsamud). Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: \"Muncul dari kalangan mereka seorang laki-laki terhormat, perangainya jahat dan mempunyai banyak pendukung di kalangannya, laki-laki itu seperti Abu Zum'ah.\" Kemudian beliau juga menyebut tentang wanita. Beliau bersabda: \"APakah layak salah seorang dari kalian memukul isterinya sebagaimana ia memukul seorang budak, namun di akhir petang malah menggaulinya?.\" Beliau kemudian memberi nasehat kepada mereka terhadap kebiasaan tertawa lantaran kentut. Setelah itu, beliau bersabda: \"Kenapa salah seorang dari kalian tertawa terhadap apa yang ia lakukan?\" Abu Mu'awiyah berkata; Telah menceritakan kepada kami Hisyam dari bapaknya dari Abdullah bin Zam'ah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan bahwa laki-laki Tsamud tersebut seperti Abu Zam'ah paman Az Zubair bin Al 'Awwam.

(Kitab Bukhari,Hadis No.4561, Kitab Tafsir Quran, Pustaka Lidwa)

###
20 September 2011