Friday, October 14, 2011

PAKAIAN

Pagi itu, saya memutuskan menggunakan pakaian yang sama dengan hari sebelumnya.Yakin masih memenuhi syarat tak hanya suci, tapi juga bersih. (Garis bawahi: Suci dulu baru bersih).

Bahwa baju saya biasanya 'itu-itu saja', memang sudah sering jadi bahan komentar teman-teman sekelas. Saya tidak tahu sebenarnya apa sebabnya. Apa memang karena baju saya hampir semuanya sudah sangat dikenal --jarang ada yang baru--, sehingga justru itu yang menarik perhatian? Atau, karena tidak bermotif dan tidak terlalu menyolok 'hanya' warna-warna alam semua: cokelat tua, krem, biru tua, abu-abu muda, abu-abu tua, hijau tua? Entahlah. Yang jelas, keputusan untuk menggunakan baju yang betul-betul sama dengan hari sebelumnya, baru pertama kali hari itu. Biasanya, masih saya selang-selingi dengan baju lain.

Baru masuk kelas, seorang ibu menghampiri saya.

"Bu, Ibu tahu gak serial Pak Raden?"
"Ya."
"Itu loh Bu, Unyil, Ucrit..."
"Yah, tahu," kata saya dengan semangat, karena itu drama boneka favorit saya --dan saya kira hampir semua anak Indonesia generasi saya waktu itu--. Senang sekali ada yang mau ungkit-ungkit kenangan menyenangkan masa kecil. "Ada apa dengan Pak Raden?" lanjut saya bertanya antusias.

"Pak Raden itu Ibu banget, deh."
"Maksudnya? Ibu banget?"
"Yaaa, persis banget dengan Ibu."
"Apanya?" saya bingung, tak ada bayangan. Pak Raden laki-laki, boneka pula. Saya perempuan, manusia.
"Itu loh Bu..., kalau Pak Raden buka lemari pakaiannya, isinya samaaaa semua. Bajunya samaaa semua..."

Saya cuma mengiyakan gurauan ibu tersebut. Sekali lagi, urusan pakaian yang 'itu-itu lagi, itu-itu lagi,' memang sudah biasa jadi bahan komentar beberapa teman sekelas. Tapi sampai dihubungkan dengan Pak Raden, ini baru pertama kali. Lucu sebenarnya, tapi menggelitik dan membuat saya berpikir lebih jauh.

Sebenarnya ada apa di balik 'minat' teman-teman akan 'baju yang itu-itu lagi, itu-itu lagi'? Adakah kawan yang setiap hari pakai baju baru (ini betul, saya tak pernah bisa ingat yang bersangkutan pakai baju yang sebelumnya sudah pernah dia pakai), turut menimbulkan 'kegelisahan'/'minat' menjadikan bahan gurauan, di kalangan mereka? Atau, justru, baju yang saban hari ganti justru sesuatu yang lebih bagus, bahkan dianggap sudah sepatutnya, kalau bisa, diri sendiri juga pengen seperti itu?

Saya sendiri, malah lebih 'risau' pada sosok teman yang selalu pakai baju baru itu. Bukan sekedar bajunya. Pernak-pernik lain mengikuti warna bajunya. Dari jilbab, kaos kaki, tas, sampai bros! Meskipun pakai baju yang 'itu lagi-itu lagi', saya tahu tas yang digunakan kawan ini bukan tas murahan. Kelas yang punya 'brand'-lah. Entah berapa buah tas mahal koleksi pribadinya yang sudah pernah mendapat kehormatan ikut hadir di kelas kami. Lebih dari itu, teman ini juga kadang-kadang ke kampus pakai kosmetik. Memang sih, tidak ada larangan baku soal kosmetik ini, tapi setidaknya, seyogyanya, datang ke kampus "Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin" yang isinya ustadz-ustadzah, ada rasa sungkanlah untuk memoleskan warna-warna di wajah yang menyebabkan penampilan jadi semakin mengundang perhatian.

Subhanallah. Semoga kita tidak disibukkan urusan pakaian dan segala yang berhubungan dengannya, melebihi kesibukan kita membersihkan hati dan bermuraqobah (mendekatkan diri) kepada Allah.


إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada penampilan-penampilan dan harta benda kalian. Akan tetapi melihat kepada kalbu dan amal kalian.” (Shahih, HR. Muslim dan Ibnu Majah dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

###

Bambu Apus, 15 Oktober 2011

1 comment:

  1. كدت أبتسم.... دومي على اﻻستقامة يا اختي. ليس البر في ثناء الناس عليك...إنما البر في طاعة الله

    ReplyDelete