Wednesday, October 12, 2011

[Catatan Kuliah] TAFSIR MAUDHU'I : HIJRAH

Dosen: Al-Ust. Ahzami Sami'un Jazuli

※Hijrah: bukan komparasi dengan ibadah lain, tapi hijrah itu disandingkan dengan ibadah lain (ini kesalahan penerjemah atas buku Ustadz).

Bagaimana cara memperluas maudhu’I (tema pembahasan) dalam Qur’an?
-->Temanya Hijrah, tapi bisa beririsan dengan tema-tema lain.

Kenapa bisa tema hijrah diluaskan ke tema-tema lain?
-->Karena pada dasarnya, seluruh isi Qur’an itu adalah kesatuan tema (semua petunjuk Allah), dan itu menunjukkan ke-syumuliah-an Qur’an.

Contoh perluasan tema lain, dengan pertanyaan: kenapa Islam memperbolehkan laki-laki untuk poligami?
-->Itu sebenarnya tidak berdiri sendiri, tapi berkaitan dengan ajaran lainnya, misalnya jihad fiisabilillah. Karena yang berkewajiban untuk berjihad adalah laki-laki. Meski faktanya mati dan hidup itu juga Allah yang tentukan, tetapi ketika perang, maka normalnya adalah lebih banyak orang yang meninggal. Sehingga, logikanya, akan banyak perempuan yang menjadi janda. Sehingga, agar kita tidak suuzhon terhadap kebolehan ta’addud, adalah agar memahami hakikat tersebut. Kalau satu laki-laki hanya boleh menikah dengan satu perempuan, maka tidak sebanding.

Selain itu, fitrah laki-laki dan perempuan juga berbeda-beda. Perempuan bila tidak kawin, maka kemungkinannya ada 3: satu; ia akan “menabrakkan kepalanya kepada tembok, dan ia menjadi menderita”. Dua; dia akan salurkan kebutuhan biologisnya melalui jalan yang haram. Yang ketiga, jalan yang bersih, yang aman, yaitu menikah dengan laki-laki yang adil, yang mampu, yang sudah menikah dengan perempuan lain. Logika yang sehat, pilih yang mana? Siapa sih yang tidak mau menikah seumur hidup? Siapa sih yang merasa nyaman dengan kehidupan berzina, tanpa ikatan komitmen satu sama lain?

Solusi lain masalah yang ditimbulkan poligami: sebagai laki-laki juga, jangan cuma semangat kawin tapi tidak semangat mencari rezki (berjihad).

---

Dari tema Hijrah ini, ada beberapa pemahaman yang perlu diluruskan.

1. Pemahaman yang berkaitan dengan realitas umat. Misalnya, bagaimana ada kelompok yang menyatakan bahwa sekarang harus hijrah, yang dimaknai berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan jamaah khusus, dan yang tidak ikut jamaahnya menjadi kafir?

Tanggapan:

Ini bahaya.

Kalau di zaman Nabi, memang begitu (4:67).

إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلآئِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُواْ فِيمَ كُنتُمْ قَالُواْ كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الأَرْضِ قَالْوَاْ أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُواْ فِيهَا فَأُوْلَـئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءتْ مَصِيراً -٩٧-
“Sesungguhnya orang-orang yang dicabut nyawanya oleh malaikat dalam keadaan menzalimi sendiri,**mereka (para malaikat) bertanya, “Bagaimana kamu ini?” Mereka menjawab, “Kami orang-orang yang tertindas di bumi (Mekah).” Mereka (para malaikat) bertanya, “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah (berpindah-pindah) di bumi itu?” Maka orang-orang itu tempatnya di neraka Jahannam, dan (Jahannam) itu seburuk-buruk tempat kembali,”

Asbabun Nuzul: orang-orang yang tidak mau hijrah, lalu tertindas di tempatnya, dan tidak bisa beribadah. Alasan ini tidak diterima.

Ibrahim 21:

وَبَرَزُواْ لِلّهِ جَمِيعاً فَقَالَ الضُّعَفَاء لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُواْ إِنَّا كُنَّا لَكُمْ تَبَعاً فَهَلْ أَنتُم مُّغْنُونَ عَنَّا مِنْ عَذَابِ اللّهِ مِن شَيْءٍ قَالُواْ لَوْ هَدَانَا اللّهُ لَهَدَيْنَاكُمْ سَوَاء عَلَيْنَا أَجَزِعْنَا أَمْ صَبَرْنَا مَا لَنَا مِن مَّحِيصٍ -٢١-

Dan mereka semua (di Padang Mahsyar) berkumpul untuk menghadap ke hadirat Allah, lalu orang yang lemah berkata kepada orang yang sombong, “Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan kami dari azab Allah (walaupun) sedikit saja?” Mereka menjawab “Sekiranya Allah Memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh atau bersabar. Kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri.”

Sekarang ini ada golongan yang menganggap bahwa orang yang tidak hijrah bersama golongan mereka, maka golongan lain itu halal harta dan jiwanya. Ini adalah pemahaman hijrah yang salah.

Kalau zaman dulu, jamaah itu hanya dua, yaitu jamaah Nabi dan jamaah Abu Jahal. Maka wajarlah bila konsep hijrah = pindah dari tempat yang tertindas ke tempat yang lebih memerdekakan bersama jamaah sendiri, bisa diterapkan. Adapun sekarang, manusia tidak terbagi dalam dua kelompok besar seperti Jamaah Nabi dan Jamaah Abu Jahal tersebut. Berhijrah dalam pengertian ini pun harus dengan fatwa jamaah, bukan fatwa pribadi. (Misalnya: muslim di Amerika mesti hijrah ke Saudi, karena di sana mereka terancam/terintimidasi, atau intelektual muslim di negara non-muslim, mesti hijrah ke negeri mayoritas muslim, atau kasus sebaliknya: muslim yang punya potensi hijrah dari negeri mayoritas muslim ke negeri mayoritas non-muslim -->hal-hal seperti ini perlu kajian yang mendalam).

Tidak boleh hijrah dengan pendapat sendiri. Ingat bahwa seorang Nabi seperti Rasulullah, hijrah setelah 13 tahun. Jadi, pada asalnya, pada dasarnya, hijrah itu dihindari, sampai ada yang sangat mengancam. Dan, hijrah itu tidak sendiri-sendiri.

Hijrah yang ada sekarang adalah HIJRAH MA’NAWIYAH: hijrah non fisik.

Pengertian yang lebih luas tentang HIJRAH : setiap saat menghindari apa yang Allah haramkan. Yaitu apa saja yang dilarang Allah. Termasuk kebiasaan merokok, ganja, korupsi, dsb. Yang ini tidak perlu izin pada jamaahnya.


BEBERAPA PELAJARAN TENTANG HIJRAH

A. Kenapa ketika sahabat Nabi saw hijrah ke Habasyah, disuruh pulang. Tapi ketika hijrah ke Madinah, tetap di sana, tinggal seterusnya?

Jawab:

1. Tujuannya berbeda. Ke Habasyah: bagaimana kaum muslimin terselamatkan nyawanya. “Pergilah ke sana kalian. Karena sesungguhnya di sana ada Raja yang tidak ada seorang pun terzalimi di sisinya.”

Ke Madinah: untuk membangun daulah Islamiyyah. Ada yang menantang: membangun daulah Islamiyyah itu tidak diperintahkan. Jawab: lalu bagaimana dengan korupsi, mendirikan universitas, dsb? --> Qur’an bukan kitab disiplin ilmu.

2. Lalu kenapa bukan di Habasyah mendirikan daulah?

Jawab: Bahasa Habasyah bukan bahasa Qur’an.

※Di zaman moderen ini, jangan lebih banyak ambil referensi di luar Quran dan Sunnah.

※Kadang-kadang terjadi, orang-orang merasa sudah banyak belajar tentang Agama, tapi justru jadi jemu dan malas mengamalkannya karena merasa sudah banyak tahu.

3. Kenapa ketika hijrah ke Madinah, pertamanya ramai-ramai. Tapi Umar hijrah sendirian? Dan kenapa ketika Umar hijrah sendirian, Nabi mendiamkan? Bahkan sebelum itu, Umar menantang kaum Quraisy?

Jawab: karena Nabi tahu kualitas Umar.

4. Apa hikmah besar dari hijrah Rasulullah?

Jawab: Tidak akan ada Madinah tanpa hijrah. Logikanya: yang mengusir yang menang, tapi kenyataannya, pada peristiwa hijrah, yang menang kemudian adalah orang yang terusir (9:40). --> Sukses tidaknya dakwah tidak selalu sinergis dengan logika manusia (dalam menganalisa SWOT = strengths, weaknesses, opportunities, threats)

إِلاَّ تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُواْ ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللّهَ مَعَنَا فَأَنزَلَ اللّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُواْ السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ -٤٠-

Jika kamu tidak menolongnya (Muhammad), sesungguhnya Allah telah Menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Mekah); sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada shahabatnya, “Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Maka Allah Menurunkan ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantu dengan bala tentara (malaikat-malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia Menjadikan seruan orang-orang kafir itu rendah. Dan firman Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.



---o0o---

No comments:

Post a Comment